Selasa, Juli 26, 2011

Ramadhan Di Pondok


“Bulan suci kembali menghiasi rumah ini “,gumam bu wida yang sedang menatap rembulan dimalam akhir bulan sya’ban . Janda beranak dua ini tampaknya lebih sering melamun di malam hari semenjak ditinggal bang Ahmad sang suami, pada malam itu tiba-tiba alam bawah sadarnya terseret pada kenangan tawa dan canda bersama suami ,namun kebakaran di pabrik yang merenggut nyawa sang suami membuyarkan lamunan-lamunan indahnya. Namun bu Wida adalah seorang perempuan tegar . Ia percaya bahwa dibalik rumitnya sekenario Tuhan tersembunyi mutiara- mutuiara hikmah.

Sejak ditinggal Bang ahmad, bu wida menjadi tulang punggung keluarganya. Rupiah demi rupiah ia kumpulkan lewat gorengan yang ia titipkan di warung mbah sumi.secara logika orang waras hargaRp.500- perbuah untuk biaya hidup janda beranak dua tidak lah mungkin cukup. Namun tampaknya ketaqwaan bu Wida membenarkan janji-janji Tuhan yang termaktub dalam al qur’an. Entah apa sebabnya rupiah yang beberapa lembar selalu bisa menutupi kebutuhan janda beranak dua ini walau pun mereka harus sedikt irit dalam beberapa hal.

Udin adalah nama putra pertama bu wida. Berkulit putih hidung mancung dan sedikit gemuk adalah sebagian gambaran fisik dari putra pertama bu wida ini ,akhlak mahmudahnya sebagai tanda bahwa ibunya telah sukses mendidiknya. Keadaan sesulit apapun selalu di sambutnya dengan senyum termasuk saat harus memberikan mainan kesayanganya pada adek nya ipul. Ipul memang manja segala yang ia minta harus terpenuhi namun dia selalu hormat dan sayang pada kakak dan ibunya.
“sahur …. Sahur….. sahur………”
Teriakan sahur bocah – bocah kampung membuat bu Wida terjaga. Segera ia menuju dapur dan memanaskan sayur lodeh-menu makan favorit udin-setelah semuanya tersusun rapi di meja makan ia membangunkan 2 buah hatinya
“udin…, ipul ….ayo bangun nak kita sahur dulu.”
“Huaa…..” angop dilakukan udin dan ipul secara bersamaan.

Sesampainya dimeja makan keluarga ini berdoa diringi dengan niat sahur kemudian sayur lodeh ala ibu wida segera disantap untuk bekal lapar dan dahaga disiang hari. Setelah selesai makan sahur udin dan ipul pamit pada ibunya untuk melaksanakan sholat subuh di masjid. Dengan obor kecil buatan udin , Udin dan pul melangkahkan kaki ke Masjid desa. Setelah selesai melaksanakan sholat subuh tiba-tiba ada yang memberi mereka selebaran yang isinya tentang pengajian kilatan yang diselanggarakan di PonPest. Nurul Huda. Ketika membaca nama “ponpest Nurul huda”, Udin teringat cerita orang-orang bahwa pondok pesantren adalah tempat mengaji para santri serta kumpulan nasihat –nasihat pak Yai
“ibu sudah cukup untuk nasihat dan suri tauladan ku.”gumam Udin dalam hati .
Udin dan ipul pun pulang. Sesampainya dirumah lembaran itu di berikan pada ibunya
“pengajian kilatan?, kamu gak minat din?”
“gak bu udin males”.
“Din , di Pondok kamu akan dapet pelajaran dan pengalaman baru. Pergilah ke Pondok nanti ibu siapkan saku dan pakaian mu ipul biar di rumah bersama ibu.”
“baiklah bu.”
hal baru ?bukankah mondok sama seperti diniah di Masjid, Gumam Udin dalam hati. Udin tidak ingin pergi ke pondok karena prasangkanya pondok dengan Masjid tempat diniahnya tidak lah berbeda keduanya adalah tempat nasihat- nasihat ukhrowiah . Namun Udin tidak bisa menentang kehendak ibunya dengan sangat terpaksa dia harus mengikuti kegiatan kilatan pondok Nurul Huda.

Esoknya Udin menuju ke Pondok, tidak begitu sulit mendaftar menjadi santri kilatan.Sehingga setelah dzhur udin bisa langsung mengikuti kegiatan mengaji. Prasangka nya benar di kurungan suci NurulHuda memang gudangnya nasihat dari setelah dzuhur sampai setelah sholat trawih tak bosan-bosannya pak kiyai dan santri senior menghujani para santri dengan nasihat. Namun ada hal lain yang ditemukan Udin di tempat ini – ¬¬¬selain sayur lodeh – suatu kebersamaan, keunikan dan perbedaan merupakan informasi baru bagi Udin.

 Udin sadar bahwa prasangkanya tentang pondok pesantren selama ini adalah salah . Pondok pesantren memang beda dengan Masjid tempat Udin diniah . pondok adalah suatu masyarakat dengan segla perbedaan karakter satu sama lain, pondok adalah suatu media untuk menguji apakah kita masih mau berbagi dengan saudara islam sekalipun tidak terikat oleh hubungan darah.pondok pesantren adalah sarana untuk menguji kesabaran dengan segala gojlokan-istilah dalam santri untuk mengolok-olok-. Sunyi malam menarik perhatian Udin untuk menyendiri di pojok serambi Masjid. Sambil menatap bulan ia berkata dalam hati:
“Ibu kau benar di tempat ini aku mendapat hal baru, sesuatu yang tak pernah terpikirkan olehku sebelumnya, Tentang arti kebersamaan , tentang toleransi terhadap perbedaan dan tentang berbagi kepada sesama.”
By : Dody Sulistio

Tidak ada komentar:

Posting Komentar